Gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Rokan Hilir akan bergulir pada tanggal 27 November tahun ini.
Yang menarik perhatian, ada tokoh masyarakat cukup aktif menyuarakan salah satu pasangan calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati yang ikut serta dalam kontestasi.
Keikutsertaan tokoh terkemuka itu patut ditinjau lebih dalam. alih -alih teriak perubahan namun entah perubahan apa yang diinginkan, atau sekedar menyalurkan hasrat yang selama ini tidak terakomodir sehingga berkeinginan membalikkan perahu yang sedang berlayar? Wallahu a’lam.
Lucunya lagi, ada yang menilai bahwa tokoh terkemuka tersebut berlaku semacam dialah sebagai calon Bupatinya. Pedahal dia hanya sebatas Tim suksesnya saja.
Tetapi hal itu terlihat wajar- wajar saja karena calon yang didukung oleh tokoh tersebut tidak diusung oleh partainya sendiri.
Perubahan apa..? apakah jembatan sinaboi yang sudah dibangun dirobohkan kembali. Itu belum termasuk jembatan sintong dan jembatan air hitam yang berfungsi menghapus dari gelar daerah yang terisolir.
Atau bantuan langsung tunai (BLT) Kabupaten Rokan hilir yang disalurkan sejumlah Rp26 Miliar yang sudah diterima masyarakat ditarik kembali.
Oh, atau mungkin ada rasa penyesalah karena jalan kubu yang saat ini sudah bisa dilewati dengan mudah tidak seperti sebelumnya ketika melewati banyak mobil terpuruk bahkan honda saja sulit melewatinya.
Perubahan yang mana ini yang dimaksud apa ada kaitannya dengan penerimaan tenaga kerja honorer -+ 15000 orang di Pemerintah Daerah, sedangkan dulu dijaman sebelumnya semua tenaga honorer dirumahkan atau diberhentikan.
Jangan teriak perubahan kalau hanya untuk kepentingan perut sendiri karena tidak kebagian kue APBD. Kalau cerita APBD saat ini pun mengalami peningkatan yang dulunya Rp 2.2 Triliun sekarang menjadi Rp2.9 Triliun
Perubahan apa yang dimaksud..? Bupati mana yang melayani masyarakat hingga jam tiga pagi. Jangan cerita perubahan kalau belum pernah melihat rumah dinas bupati yang hampir tak pernah sepi setiap harinya hanya untuk menerima dan melayani masyarakat.
Jangan teriak perubahan lah jika tidak pernah melihat sosok bupati yang selalu hadir ditengah- tengah masyarakatnya dan tidak pernah membeda -bedakan baik suku dan agama.
Setiap diundang, maka dia pun akan hadir baik di acara besar maupun acara kecilan, dia selalu hadir walaupun hanya sekedar untuk memberi selamat, atau bingkisan ringan.
Kalau diperlukan dia juga akan menyumbangkan suara bernyayi bersama tuan rumah menyemarakkan acara.
Dalam kesimpulan, menjadi seorang pemimpin yang merakyat adalah tanggung jawab besar yang memerlukan kebijaksanaan, empati, dan dedikasi yang tinggi.
Ini bukan hanya tentang penampilan atau kata- kata, tetapi tentang tindakan nyata yang mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan masyarakatnya.
Pemimpin yang sejati selalu berusaha untuk menjadi pemimpin yang dekat dengan masyarakat, karena itulah esensi dari kepemimpinan yang bertanggung jawab dan peduli terhadap daerah.